Thursday, November 26, 2015

Cek Dan Bilyet Giro

A.           PENGANTAR
1.    Definisi Surat Cek
Surat cek adalah warkat yang berisi perintah tidak bersyarat kepada bank yang memelihara rekening nasabah untuk membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada orang tertentu atau yang ditunjuk olehnya atau pembawanya.[1]
Warkat yang berisi perintah tidak bersyarat dengan jumlah uang tertentu yang telah disebutkan dalam surat cek dan ditandatangani oleh pihak yang memiliki rekening pada bank yang bersangkutan
Pasal 178 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menjelaskan syarat-syarat yang harus ada dalam warkat tersebut, yakni:[2]
-  Terdapat nama atau kata “Cek” dalam warkat tersebut,
-  Terdapat perintah tidak bersyarat untuk membayar jumlah uang tertentu,
-  Nama orang yang harus membayar (tertarik),
-  Penunjukkan tempat pembayaran,
-  Penyebutan tanggal dan tempat cek diterbitkan,
-  Tandatangan orang yang menerbitkan cek tersebut (penerbit / drawer)
Dalam hal ini apabila salah satu dari syarat-syarat di atss tidak terpenuhi maka surat cek tersebut tidak berlaku atau dianggap tidak memenuhi syarat perintah yang ditujukan kepada tertarik (drawee) dalam hal ini bank yang menyimpan dana nasabah.
Dalam Pasal 179 KUH Dagang menjelaskan hal tersebut masih dikecualikan apabila tidak ditunjukkan tempat pembayaran pada warkat tersebut maka surat cek tersebut masih dapat digunakan sebagai mana mestinya. Tidak dituliskannya tempat pembayaran, dituliskannya 2 tempat atau lebih tempat pembayaran, tidak ada petunjukkan tentang tempat pembayaran, dan tempat diterbitkannya cek tersebut.
2.    Kewajiban Penerbit Cek
Kewajiban penerbit dalam menjamin pembayaran cek yang diterbitkan ditegaskan dalam Pasal 180 KUHD. Jaminan yang dilakukan oleh penerbit selaku pemiliki rekening pada bank yang dituju atau tertarik (order) dengan menyediakan dana yang cukup atau lebih pada warkat yang telah dituliskan dalam jumlah uang tertentu pada cek tersebut.
Pasal 190 a KUHD menegaskan bahwa dana tersebut harus ada saat pengajuan atau saat cek diajukan kepada pihak bank atau tertarik. Pengajuan tersebut dapat dilakukan dengan klausul atas pengganti (to order) atau atas pembawa (to bearer). Biasanya cek diajukan dengan klausul atas pembawa atau unjuk sehingga  peralihannya sangat mudah.
Adapun cek kosong atau cek bertanggal mundur, yang telah diuraikan di atas tentang ketersediaan dana atau jaminan penerbit terhadap dana yang ada pada bank atau tertarik.
Untuk menyediakan dana tersebut pada bank yang ditunjuk sebagai tertarik, pihak penerbit harus memiliki rekening pada bank tertarik dimana penerbit menjadi nasabah bank tersebut. Penyimpanan dana tersebut dalam bentuk simpanan giro sehingga penerbit harus membuka rekening giro di bank tertarik tersebut.
Menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran cek, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Dalam hal ini, penerbit wajib menyediakan dana bagi cek yang diterbitkan selama 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak cek tersebut dapat ditarik.
3.    Bentuk-Bentuk Surat Cek
Surat Cek memiliki bentuk-bentuk khusus yang terbagi menjadi 5 (lima), sebagai berikut:
a.         Surat Cek atas pengganti penerbit,
Diatur dalam Pasal 183 ayat (1) KUHD, surat cek ini tidak disebutkan nama pemegang pertama (penerima/nemer) sehingga penerima bisa disamakan dengan pemegang pertama (penerima/nemer dengan klausul atas pengganti.
b.        Surat Cek atas penerbit sendiri,
Pasal 183 ayat (3) KUHD menjelaskan  bentuk surat cek ini bahwa penerbit sama dengan tertarik. Penerbitan dilakukan oleh kantor bank pusat yang ditujukan kepada kantor cabang bank tersebut.
c.         Surat Cek untuk perhitungan pihak ketiga,
Pasal 183 ayat (2) KUHD menerangkan bahwa adanya permintaan untuk menyatakan atas perhitungan orang ketiga oleh advis untuk siapa perhitungan tersebut. Apabila tidak terdapat pernyataan tersebut maka dari penerbit harus memberitahukan hal tersebut dengan surat advis sehingga Cek tersebut nantinya tidak diterbitkan atas rekening penerbit sendiri.
d.        Surat Cek Inkaso,
Pasal 183 ayat (1) KUHD ditegaskan apabila penerbit menuangkan kata “harga untuk dipungut” atau “inkaso” atau “dalam pemberian kuasa” maka penerima (nemer) berhak melaksanakan segala hak yang timbul dari penerbitan surat cek tersebut, namun tidak dibolehkan melakukan endosemen terkecuali dengan cara memberi kuasa.
e.         Surat Cek berdomilisi

4.    Definisi Bilyet Giro
Bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau lain.[3]

C.            DAFTAR PUSTAKA
Khairandy, Ridwan. 2014. Pokok-Pokok Hukum Dagang Di Indonesia. Yogyakarta:


[1] Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993), hal. 174
[2] Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang di Indonesia, (Yogyakara: FH UII Press, 2014), hal. 317
[3] Widjanarto, op.cit, hal. 185

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih