THAHARAH ITU UTAMA SEBELUM AMAL
"Pada hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy Syu'ara [26]: 88-89)
"Katakanlah kepada para hamba-Ku Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)." (QS. Al Isra [17]: 36)
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, kesemuanya itu akan dimintai pertanggungjawabnya." (QS. Al Isra [17]: 36)
Pada firman Allah 'azza wa jalla di atas yang jelas secara tekstual dari thaharah ada
pada QS Asy Syu'ara [26] ayat 88-89 bahwa bersihnya harta dan anak
yakni keturunan tidak berguna, sia-sia, tidak diterima amalan seseorang
dihadapan Allah SWT. Bersih disini bukan hanya berarti menyucikan
seperti halnya menurut bahasa, kata thaharah yakni bersuci
apabila akan melakukan shalat contohnya. Wudhu sebagai tempat untuk
menyucikan fisik atau jasmani dan tujuannya untuk menghadap Allah SWT.
Bersihkan
dahulu diri seorang hamba-Nya sebelum menghadap Sang Kuasa, Allah Yang
Maha Kuasa. saat itu juga telah suci diri seorang hamba sehingga dapat
menghadap ke Allah SWT dan walaupun sudah suci seorang hamba Allah SWT
bukan berarti suci seterusnya sampai dia selesai (finish) dalam
amalannya khususnya dalam hal ini ibadah shalatnya. Masih perlu
dibenarkan dan butuh pengetahuan untuk hal itu agar amalan yang
dikerjakan (shalatnya) dapat diterima dihadapan Allah SWT.
BERSIH ITU BUKAN HANYA DI AWAL WAKTU, NAMUN JUGA PADA AWAL, TENGAH, DAN AKHIR AMALAN.
"Allah tidak akan menerima shalat seseorang di antara kalian apabila berhadats, sehingga ia berwudhu." (HR. Bukhari)
Kemudian
dalam hadits di atas menambahkan ketegaskan bahwa hamba Allah SWT itu
suci, suci ketika di awal waktu dan juga di tengah serta di akhir
sehingga bersih semua amalan yang dia lakukan dengan tujuan menghadap
kepada Allah.
Hal
shalat tersebut itu pun dijelaskan oleh Imam Asy Syafi'i dengan kondisi
dan pun alasan yang bersifat urgen bahkan pada kondisi tersebut tidak
dapat melakukan wudhu atau bersuci sebelum melakukan shalat (amal) yakni
ada 4 (empat) pendapat:
Pertama,
Orang tersebut wajib mengerjakan shalat dengan kondisi dialaminya dan
ia harus mengulangi shalatnya apabila telah memungkinkan baginya untuk
bersuci.
Kedua, Dilarang mengerjakan shalat pada saat itu, akan tetapi ia harus mengqadha'nya.
Ketiga, Disunnatkan baginya mengerjakan shalat, tetap harus mengqadha'nya di lain waktu.
Keempat, Ia harus mengerjakan shalat pada saat itu dan tetap harus mengqadha'nya pada waktu yang lain.
Suci itu terbagi menjadi 2 (dua),
1. Suci Secara Lahir
Suci secara lahir adalah suci dari segala macam kotoran atau suci dari hadats.
Bersuci
dari kotoran itu dapat dilakukan dengan cara menghilangkan seluruh
najis yang menempel dengan menggunakan air yang bersih, baik dari
pakaian, badan maupun tempat shalat. Sedangkan bersuci dari hadats
adalah dengan berwudhu', mandi atau bertayamum.
2. Suci Secara Batin
Suci
secara batin berarti membersihkan jiwa dari dosa dan semua perbuatan
maksiat. Yaitu, dengan cara bertaubat secara sungguh-sungguh dari segala
macam dosa dan perbuatan maksiat. Juga membersihkan hati dari perasaan
syirik, keragu-raguan, dengki, iri hati, tipu daya, kesombongan, 'ujub,
riya' dan sum'ah. Menanamkan keikhlasan, keyakinan, kecintaan kepada
kebaikan, kelembutan, kejujuran, tawadhu' (rendah hati) serta menghendaki keridhaan Allah azza wa jalla dalam segala bentuk niat yang dimunculkan dan mengerjakan amal-amal shalih seperti shalat.
Referensi Bacaan
'Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2000. Edisi Indonesia: FIQIH WANITA (Edisi Lengkap). Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E. M. Jakarta: Darul Kutub
Mushaf An Nahdlah. 2014. Al Qur'an dan Terjemah .Jakarta: PT Hati Emas
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih