A. Pendahuluan
Dengan
perkembangan yang sampai saat ini, Hukum Islam pada posisi sekarang ini belum
secara tegas mengaktualkan konsep Islam yang ada. Dikarenakan posisi Hukum
Islam berada pada Hukum Indonesia yang secara jelas belum tentu terkandung
konsep dan landasan penetapan hukum menurut syara’. Ketika mendapatkan
persoalan terkait Hukum Islam dalam ekonomi, maka umat Islam akan masuk dalam
tatanan hukum Negara yakni Hukum Positif.
Menurut H. Muhammad
Daud Ali dalam hal ini, pusat perhatian ditujukan pada kedudukan Hukum Islam
dalam sistem Hukum Indonesia. Sedangkan
menurut Ichtianto, Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang ditaati oleh
mayoritas penduduk dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam
masyarakat, merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam
kehidupan Hukum Nasional dan mrupakan bahan dalam pembinaan dan
pengembangannya.
Dengan
memperhatikan konsideran Keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Agama tanggal 21 Maret 1985 No. 07/KMA/1985 dan No. 25 tahun 1985 tentang
penunjukan pelaksanaan proyek pembangunan Hukum Islam melalui yurisprudensi
atau yang dikenal dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pada saat itu, Ketua
Mahkamah Agung masih memberikan nama Kompilasi Hukum Islam dimana pelaksanaan
Hukum Islam dapat ditegakkan melalui KHI tersebut di Pengadilan Agama.
Adanya surat
edaran nomor 08 tahun 2008 tentang eksekusi putusan Badan Arbitrase Syari’ah
oleh Ketua Mahkamah Agung RI, terkait pemberian petunjuk pada kegiatan usaha
yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang ada di Indonesia. Pada surat
edaran yang ada menetapkan Badan Arbitrase Syari’ah sebagai lembaga yang
dipilih untuk memberikan putusan sengketa dalam kegiatan ekonomi syari’ah.
Selanjutnya, dalam putusan sengketa terkait ekonomi syari’ah tidak lagi merujuk
pada ketentuan KHI namun KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah) sekaligus
putusan yang ada di dalamnya terkait sengketa para pihak pelaku ekonomi
syari’ah.
Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah (KHES) dijadikan pedoman oleh Badan Arbitrase Syari’ah dalam
memutuskan perkara persengketan pada
kegiatan usaha menurut syari’ah. Oleh karena itu, KHES telah dijadikan pedoman
menggantikan Hukum Islam yakni Al Qur’an dan As Sunnah.
KHES (Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah) merupakan wujud actual dari Hukum Islam yang ada di
Indonesia terkait kegiatan perekonomian Islam, bilamana terjadi persengketaan
antara pelaku ekonomi Islam sehingga mengantarkannya pada Badan Arbitrase
Syari’ah.
B. Kompilasi Hukum
Ekonomi Islam
a.
Pengertian Kompilasi
Dalam istilah
di Indonesia dikenal dengan kata “kompilasi” yang secara etimologis
kumpulan/himpunan yang tersusun secara teratur. Kata kompilasi tersebut diambil
dari bahasa Inggris “compilation”
atau bahasa Belanda “compilatie” yang
kemudian dalam term kompilasi diambil kata compilare
artinya mengumpulkan bersama-sama.
Secara
terminologis, kompilasi diartikan mengumpulkan bahan-bahan yang tersedia ke
dalam bentuk teratur.
Selain itu, ada yang mendefinisikan suatu porses kegiatan pengumpulan berbagai
bahan untuk membuat sebuah buku, tabel, statistik, atau yang lain dan
mengumpulkannya seteratur mungkin setelah sebelumnya bahan-bahan tersebut
diseleksi.
Dari pengertian
di atas bahwa Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah disusun oleh aparat Negara dalam
hal ini Mahkamah Agung dengan penetapan Hukum Islam yang telah disesuaikan di
Indonesia. Sehingga dengan adanya KHES tersebut, para pelaku usaha ekonomi yang
dilaksanakan menurut prinsip syari’ah apabila terjadi sebuah sengketa hukum dapat
diselesaikan dengan rujukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.
Putusan dalam
penyelesaian sengketa diputusan oleh Badan Arbitrase Syari’ah.
Walaupun demikian, hakim dalam melakukan putusan hukum untuk menggali dan
menemukan hukum sehingga tercapai putusan yang adil dan benar.
b.
Isi pada KHES
Hal-hal yang
terkait di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah di bagi menjadi 4 (empat)
bagian pembahasan, yang disebut dengan istilah Buku, meliputi:
1.
Buku I tentang Subyek Hukum dan Amwal, yang
terdiri dari:
a)
BAB I tentang Ketentuan Umum dengan 1 pasal dan
21 ayat.
b)
BAB II tentang Subyek Hukum dengan 15 pasal
c)
BAB II tentang Amwal dengan 3 pasal
2.
Buku II tentang Akad, yang terdiri dari:
a)
BAB I tentang Ketentuan Umum dengan 1 pasal dan
42 ayat.
b)
BAB II tentang Asas Akad dengan 1 pasal dan 11
ayat
c)
BAB III tentang Rukun, Syarat, Kategori Hukum,
‘Aib, Akibat, dan Penafsiran Akad dengan 34 pasal
d) BAB IV tentang
Ba’I dengan 35 pasal
e)
BAB V tentang Akibat Ba’I dengan 43 pasal
f)
BAB VI tentang Syirkah dengan 53 pasal
g)
BAB VII tentang Mudharabah dengan 24 pasal
h)
BAB VIII tentang Muzara’ah dan Musaqah dengan
16 pasal
i)
BAB IX tentang Khiyar dengan 24 pasal
j)
BAB X tentang Ijarah dengan 40 pasal
k)
BAB XI tentang Kafalah dengan 27 pasal
l)
BAB XII tentang Hawalah dengan 11 pasal
m) BAB XIII
tentang Rahn dengan 41 pasal
n)
BAB XIV tentang Wadi’ah dengan 21 pasal
o)
BAB XV tentang Gashb dan Itlaf dengan 22 pasal
p)
BAB XVI tentang Syirkah dengan 44 pasal
q)
BAB XVII tentang Wakalah dengan 69 pasal
r)
BAB XVIII tentang Shulh dengan 19 pasal
s)
BAB XIX tentang Pelepasan Hak dengan 9 pasal
t)
BAB XX tentang Ta’min dengan 21 pasal
u)
BAB XXI tentang Obligasi Syariah Mudharabah
dengan 6 pasal
v)
BAB XXII tentang Modal dengan 4 pasal
w) BAB XXIII
tentang Reksa Dana Syariah dengan 15 pasal
x)
BAB XXIV tentang Sertifikat Bank Indonesia
Syari’ah (SBI Syari’ah) dengan 5 pasal
y)
BAB XXV tentang Obligasi Syari’ah 4 pasal
z)
BAB XXVI tentang Pembiayaan Multijasa dengan 3
pasal
aa) BAB XXVII
tentang Qardh dengan 6 pasal
bb) BAB XXVIII
tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah dengan 9 pasal
cc) BAB XXIX tentang
Dana Pensiun Syari’ah dengan 48 pasal
3.
Buku III tentang Zakat dan Hibah
a)
BAB I tentang Ketentuan Umum dengan 1 pasal
b)
BAB II tentang Ketentuan Umum Zakat dengan 1
pasal
c)
BAB III tentang Harta Yang Wajin Dizakati
dengan 15 pasal
d) BAB IV tentang
Hibah dengan 43 pasal
4.
Buku IV tentang Akuntansi Syari’ah
a)
BAB I tentang Cakupan Akuntansi Syari’ah dengan
9 pasal
b)
BAB II tentang Akuntansi Piutang dengan 4 pasal
c)
BAB III tentang Akuntansi Pembiayaan dengan 24
pasal
d) BAB IV tentang
Akuntansi Kewajiban dengan 16 pasal
e)
BAB V tentang Akuntansi Investasi Tidak Terikat
dengan 3 pasal
f)
BAB VI tentang Equitas dengan 4 pasal
g)
BAB VII tentang ZIS dan Qardh dengan 2 pasal
Sedangkan
pengelolaan zakat dan wakaf merupakan pembahasan di luar Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah dikarenakan merupakan kegiatan sosial yang bukan komersil.
Masing-masing memiliki rujukannya, terkait pengelolaan zakat pada Undang-Undang
RI Nomor 38 Tahun 1999 dan wakaf pada Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 2004.
C. Tinjauan Umum
Hukum Islam
a.
Sumber Hukum Islam
Segala sistem
hukum yang terbentuk memiliki sumber-sumber hukumnya sendiri untuk memberikan
pedoman, solusi, peringatan, batasan-batasan sehingga system tersebut dapat
menyesuaikan segala peristiwa.
Hukum Islam pun
demikian memiliki sumber-sumber hukum yang dijadikan rujukan utama dalam
penetapan putusan. Secara garis besar, sumber Hukum Islam dibagi menjadi 2
(dua) bagian, meliputi:
1.
Sumber Naqly,
merupakan sumber hukum dimana seorang mujtahid
tidak mempunyai peranan dalam pembentukannya karena memang sumber hukum
tersebut telah tersedia.
2.
Sumber Aqly,
merupakan sumber hukum dimana seorang mujtahid
dapat berperan dalam pembentukkannya. Misalnya, Ijma’, Qiyas, Istishan,
Istislah, Istishab, ‘Urf, dan sebagainya.
Selain
dari pembagian yang ada di atas bahwa sumber Hukum Islam dapat pula dibedakan
menjadi 2 (dua) sumber hukum, yakni:
1.
Sumber Hukum Ashliah, sumber hukum yang penggunaannya tidak bergantung pada
sumber hukum yang lain. Dalam hal ini, sumber hukum ini dapat disebut juga
sebagai sumber Naqly, contohnya Al
Qur’an dan As Sunnah.
2.
Sumber Hukum Tabaiyah, sumber hukum yang penggunaannya masih bergantung pada
sumber hukum yang lain. Sumber hukum tersebut memiliki esensi yang sama dengan
sumber Aqly yang disebutkan di atas.
Al
Qur’an sebagai sumber hukum yang tidak dapat digantikan dan tidak dapat dirubah
secara esensi dikarenakan Kitab Al Qur’an merupakan Kalam Allah. Dijelaskan pada QS. Al Mujadilah ayat 11 yang memiliki
arti …niscaya Allah mengangkat derajat
orang-orang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang
berilmu pengetahuan beberapa derajat.
Bahwa
orang-orang selain orang beriman, orang yang berilmu atau berpengetahuan
diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Demikian, merupakan langkah awal dari
orang-orang berilmu untuk mempertahankan agama Allah dengan perubahan yang ada.
Segala peristiwa yang belum terdapat di masa Nabi dan pada zaman sekarang
menjadi problematika sehingga orang berpengetahuan dituntut untuk bekerja keras
menerapkan Hukum Allah di tengah-tengah masyarakat.
Sumber
hukum yang masih dapat diubah menurut penggunaannya adalah sumber Aqly dimana sumber hukum tersebut
terbentuk karena factor ra’yu
orang-orang yang berilmu.
Hukum
Islam dalam pembahasan yang lebih luas, berarti tidak lepas dari pembahasan
pokok yakni teoritis ilmu hukum itu sendiri. Hukum Islam dibedakan menjadi Syariat Islam, Fiqih Islam, dan Qanun.
b.
Landasan Yurisdis dan Fungsional
Dilihat dari
Pasal 29 ayat 1 dan 2 pada UUD 1945 yang berbunyi “ (1) Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu”.
Jaminan Negara,
dalam hal ini Negara Indonesia terkait kebebasan memeluk dan mengaktualkan
ibadah pada agama yang diyakininya sebagai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu, hukum Islam berlandaskan pasal tersebut dapat dengan
bebas membentuk ketetapan-ketetapan dalam hal apa pun sehingga sesuai dengan
syara’ tanpa mengganggu keyakinan agama lain.
Pasal 29 ayat 1
UUD 1945 memiliki 3 (tiga) muatan yang bermakna bahwa:
1.
Negara tidak boleh membuat peraturan
perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan
dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2.
Negara berkewajiban membuat peraturan-peraturan
perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud
rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
3.
Negara berkewajiban membuat peraturan
perundang-undangan yang melarang siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran
agama.
Dilihat dari
landasan yuridis yang ada tentang Hukum Islam tertuang pada Undang-Undang No. 4
Tahun 2004 pasal 28 ayat 1 yang berbunyi “Hakim
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat”.
Kewajiban hakim
dalam memperhatikan keyakinan yang ada pada masyarakat pada suatu keadilan
menimbulkan kesadaran hukum yang harus dibentuk, sehingga rasa keadilan
tersebut dapat tercapai di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini apabila dilihat
dari hukum positif yang berlaku pada Undang-Undang, sedangkan Undang-Undang
yang berlaku dalam Islam memiliki kaidahnya sendiri “Hukum Islam dapat berubah
karena perubahan waktu, tempat, dan keadaan dimana keadaan masyarakat cenderung
selalu berkembang karena menggunakan metode yang memperhatikan rasa keadilan”.
Dalam hal ini,
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah dipandang sebagai produk dalam Hukum Islam.
Sebab, KHES merupakan rangkaian ketetapan Hukum yang disusun secara teratur
oleh para Ulama, Menteri Agama, bahkan Mahkamah Agung sebagai sarana
terbentuknya KHES. Tersusunnya KHES tersebut disesuaikan dengan kebutuhan yang
ada pada umat Islam di Indonesia.
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pun dalam hal memiliki peran yang aktif memperhatikan kebutuhan
masyarakat tersebut dengan Hukum Islam. Telah banyak fatwa DSN MUI yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, dengan tujuan
memberikan wadah dalam Negara Indonesia. Peran MUI dalam hal membantu
pemerintah untuk membuat masyarakat mengerti dan turut atas kebijkan
pemerintah.
Selain itu, MUI
juga memiliki visi “terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan,
dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT menuju
masyarakat berkualitas demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi
seluruh alam”.
c.
Fungsi Kompilasi
1.
Sebagai suatu langkah sasaran antara untuk
mewujudkan kodifikasi dan juga unifikasi Hukum Islam yang berlaku untuk warga
masyarakat. Dikarenakan mayoritas pendudukan Indonesia beragama Islam dimana
keperluaan tentang ketentuan hukum nasional yang berlaku dapat menerapkan
prinsip syari’ah.
2.
Sebagai pegangan dari para Hakim Pengadilan
Agama dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi kewenangannya.
3.
Sebagai pegangan bagi warga masyarakat mengenai
Hukum Islam yang berlaku baginya di Indonesia sebagai hasil dari rumusan yang
diambil dari berbagai Kitab.
D. Kesimpulan
Pembahasan tentang tinjauan umum Hukum Islam
pada Kompilasi Hukum Ekonomi Islam memiliki unsure penting dalam pembahasan
historis, teoritis, sosiologis yang ada di Indonesia. Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah menjadi rujukan hukum pada kegiatan ekonomi menurut prinsip syariah
dengan ketentuan yang telah tertuang di dalamnya.
Terbentuknya KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah) tidak lepas dari teori syariat, fiqih, dan qanun sebagai perkembangan
penggunaan sumber hukum pada sistem hukum di sebuah Negara, utamanya Indonesia.
Penggunaan sumber hukum yang pada awalnya bersumber pada Naqly dimana secara tekstual tidak dapat dijadikan ketentuan hukum
dalam sistem hukum Indonesia dikarena pembahasan yang masih global atau mujmal.
Syariat dalam hal, telah dijadikan rujukan
utama pada umumnya namun dalam praktisinya fiqih dan qanun sebagai penggerakan
tercapainya hukum syariat tersebut. Hukum Islam pada peradaban sekarang telah berubah, seperti yang telah diuraikan
di atas pada pasal 29 ayat 1 dan 2, bahwa Hukum Islam masuk pada ketetapan
hukum Indonesia.
E. Daftar Pustaka
Abdurrahman.
1992. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Jakarta: Akademika Pressindo
Adms, Lewis
Mulfored dkk. 1965. Webster’s Word
University Dictionary. Washington DC: Publisher Company Inc dikutip oleh Wahid,
Marzuki dan Rumadi. 2001. Fiqh Madzhab
Negara. Yogyakarta: LKIS
Hamid, M Arfin.
2011. Hukum Islam Perspektif
Ke-Indonesiaan (Sebuah Pengantar dalam Memahami Realitasnya di Indonesia).
Makassar: PT UMITOHA
Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan. 2010. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (KHES).Bandung: Fokus Media
Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2
Internet